Sabtu, 27 Januari 2018

Persib di Piala Presiden 2018 ; Teu Nanaon Sib, Ngan Nanaonan !



Piala Presiden merupakan kompetisi pramusim yang awalnya merupakan kompetisi yang di buat demi menghilangkan dahaga masyarakat  akan kompetisi di tanah air yang sempat vakum di tahun 2015 . Bagi Persib dan tentunya Bobotoh, Piala Presiden memiliki kesan yang tersendiri. Pada dua edisi penyelenggaraannya, Persib selalu mampu menorehkan prestasi yakni sebagai Juara di edisi pertama 2015 dan Juara tiga di edisi berikutnya. Namun perjalanan Maung Bandung di dua edisi tersebut terbilang tidaklah sulit karena selalu diuntungkan dengan status sebagai tuan rumah di babak fase grup. 

Tahun ini hal serupa kembali terulang, Bandung kembali dipilih menjadi tuan rumah fase grup  turnament Piala Presiden 2018. Hal yang membedakan hanyalah venue yang digunakan bukanlah Si Jalak Harupat melainkan Gelora Bandung lautan api atau gbla yang bakal menjadi venue bagi empat tim yang bertanding di grup a yaitu Persib, PSMS, Sriwijaya dan PSM. Kecuali Sriwijaya FC, grup ini berisi kekuatan klasik dimana tim-tim tersebut sudah jadi musuh bubuyutan sejak era perserikatan. Maka tidak heran jika laga-laga  bertajuk El Clasicco akan menarik animo luar biasa bobotoh untuk datang ke GBLA

Namun perhatian Bobotoh tentu tidak hanya pada laga-laga El Clasicco Indonesia tersebut, hal yang terpenting adalah tentunya melihat permainan Maung Bandung bersama skuad baru dan Mario Gomes sebagi juru taktik. Roberto Carlos Mario Gomes merupakan pelatih asal Argentina dengan track records terbaik diantara semua pelatih pelatih di Piala Presiden lainnya. Bagaimana tidak, pelatih dengan pengalaman melatih di Spanyol, Italia, Brazil, Argentina, dan yang terakhir adalah pelatih yang mampu membawa klub asal Malaysia Johor Darul Takzim Juara AFC Cup di tahun 2015. Berdasarkan fakta tersebut, maka wajar bobotoh menaruh harapan yang besar pada pelatih 60 tahun untuk membangkitkan Persib yang melalui musim yang buruk di liga 1 2017.

Ujian pertama Maung Bandung di Piala Presiden 2018 adalah Sriwijaya FC pada laga pembuka. Sama halnya dengan Persib, Sriwijaya berambisi bangkit dari keterpurakan di liga 1 2017 dimana mereka menempati peringkat 13 satu tingkat dibawah Persib . Pemain baru berlabel bintang di datangkan SFC demi ambisi tersebut dimana salah satunya adalah Makan Konate, pemain yang didamba-dambakan bobotoh untuk kembali ke bandung. Ditambah dengan pelatih Rahmad Darmawan yang juga sempat dikait-kaitkan dengan persib sebelum akhirnya memilih kembali melatih Sriwijaya yang pernah ia bawa menjadi juara ligina 2008. Pertandingan berjalan terbuka, kedua tim saling menciptakan peluang, namun Oh In Kyun yang akhirnya menciptakan perbedaan. Ketika terjadi sebuah kemelut di gawang Sriwijaya, In kyun berhasil melepaskan diri dan melepaskan shooting keras yang tak mampu dihadang Teja Paku Alam. Tiga poin pertama bagi Persib di Piala Presiden dan debut yang manis bagi Opah Gomes di hadapan bobotoh.

Pertandingan kedua Persib berhadapan dengan tamu special. Ya PSMS Medan, tim tradisonal yang kembali ke kasta satu sepakbola tanah air. Namun yang membuat laga ini lebih menarik adalah adanya ‘aroma sunda’ di skuad Ayam Kinantan. Pelatih PSMS adalah legenda Maung Bandung Djajang Nurjaman, legenda yang berhasil juara bersama Persib baik sebagai pemain, sebagai asisten pelatih dan sebagai pelatih kepala.. Persib yang diunggulkan justru kalah 2-0 dari Ayam Kinantan dimana 2 gol tercipta dari kaki Frets butuan dan Anthony Putro yang keduanya diciptakan di babak pertama.

            Selepas pertandingan, komentar bobotoh di kolom komentar media sosial yang saya baca beragam, mulai dari pujian terhadap legenda Djajang Nurjaman, ada juga yang menganggap bahwa persib malam itu kurang beruntung, dan sebagian mengkritik pemain ‘karolot’ atau dalam Bahasa Indonesia berarti pemain yang sudah tua. Bagi saya pendapat yang terakhir rasional juga. Keputusan manajemen di bursa transfer yang  mendatangkan pemain di atas usia 30 tahun tentu patut menjadi perhatian. Beberapa pemain persib yang tampil malam itu sudah lewati usia 30 Tahun . Dua di antaranya adalah Supardi Nasir dan Eka Ramdhani. Malam itu pemain PSMS benar-benar mengekploitasi kelemahan supardi yang  sering telat kembali ke pertahanan dan akhirnya meninggalkan celah kosong yang berbuah gol bagi PSMS. Eka Ramdhani yang kembali ke Persib setelah 7 tahun, terlalu lama menguasai bola di lapangan tengah hingga akhirnya dicuri dan melahirkan gol kedua PSMS dari kaki Antoni Putro. Meski tidak bisa di pungkiri bahwa pressing khas PSMS yang disebut rap-rap juga menyulitkan Maung Bandung.



Dan komentar bobotoh di media sosial terkait pemain ‘karolot’ kian menjadi-jadi ketika di pertandingan terakhir fase grup, Persib kembali takluk dari PSM Makassar 0-1 yang membuat Maung Bandung tersingkir dari Piala Presiden 2018. Airlangga sucipto yang di plot sebagai target man menggantikan Ezechiel N'douassel yang absen akibat akumulasi kartu tak mampu berkontribusi banyak di saat tim membutuhkan gol. Lebih mengecewakan lagi permainan Persib malam itu membosankan, kurang variasi dan kurangnya intensitas serangan disaat mereka sedang membutuhkan kemenangan.  Mario Gomes memang pelatih dengan nama besar yang punya prestasi, namun seperti kata pelatih Italia Marcello Lippi yang memiliki persepsi bahwa pengaruh seorang pelatih terhadap kesuksesan tim tidak lebih dari 10-20 persen membuktikan bahwa peran pemain di lapanganlah yang akan menentukan kesuksesan sebuah tim.

Sebuah tulisan yang saya beri judul dalam Bahasa sunda “Teu Nanaon Sib, Ngan Nanaonan” atau yang dalam Bahasa Indonesia berarti “Tidak apa-apa Sib, tapi apa-apaan!” mengandung dua makna.  “Teu nanaon Sib bermakna bahwa kompetisi ini (Piala Presiden) hanyalah kompetisi Pramusim. Seperti halnya tim-tim di eropa menjadikan ajang ini untuk pemanasan. Dimana mereka membangun chemistry diantara pemain lama dan pemain baru, atau juga untuk mengembalikan kondisi kebugaran pemain sehabis libur kompetisi.  Variable lainnya adalah “Ngan nanaonan” yang menggambarkan kecemasan, ketidakpuasan, dan keraguan bobotoh akan kualitas yang ditampilkan Persib di Piala Presiden kali ini.  Hanya mencetak satu gol dan kemasukan tiga gol dari tiga pertandingan di depan publik Bandung merupakan fakta bahwa banyak kesalahan yang harus diperbaiki, banyak hal yang harus dievaluasi. 

Seperti yang dikatakan oleh banyak orang “Persib besar karena kritik”.  Karena Sejatinya kritik dari Bobotoh merupakan kritik yang membangun bagi Persib. Tidak ada maksud untuk menjelekan atau menjatuhkan mental pemain, tetapi lebih karena kecintaan pada klub yang menjadi identitas dan jati diri masyarakat sunda.






Sabtu, 13 Agustus 2016

Dutch East Indies (Indonesia) Negara Asia Pertama di Piala Dunia

       Berbicara sepak terjang tim nasional Indonesia saat ini mungkin tidak jauh dari kekecewaan akan sebuah prestasi. Untuk berprestasi di kancah internasional bahkan di asia tenggara saja Indonesia selalu gagal dalam beberapa tahun terakhir. Ditambah dengan kisruh yang tak kunjung henti yang terjadi di internal federasi yang seakan menjadi musuh dalam selimut.

Sejak awal tahun 2000 hingga sekarang Sejarah mencatat bahwa  Indonesia Tiga kali menjadi Runner-up di piala Tiger ( kini bernama Piala AFF). Di ajang antar negara-negara asia tenggara tersebut  merah putih harus tunduk tiga kali di partai final. Masing-masing dari Thailand (2002), Singapura (2004), dan terakhir dari Malaysia (2010). Dan dua kali tampil di even terbaik sepak bola asia yaitu Piala Asia 2004 di China  dan jadi tuan rumah piala asia 2007 bersama Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Sayang dari dua ajang tersebut Indonesia harus terhenti di babak grup.

Namun jika melihat kembali kebelakang, tujuh tahun sebelum Indonesia merdeka yaitu pada tahun 1938. Dutch East Indies atau Hindia belanda yang merupakan cikal bakal negara Republik Indonesia, ikut berpartisipasi dalam Jules Rimet Cup di Prancis yang sekarang disebut Piala Dunia.



Ikut sertanya  Hindia Belanda mewakili zona asia bersama jepang tanpa harus melewati babak kualfikasi. Tetapi jepang memundurkan diri karena sedang dalam keadaan perang dengan China.

Fifa pun mengakui bahwa Indonesia adalah  negara  Asia pertama yang tampil di Piala Dunia meskipun baru merdeka 7 tahun kemudian.

Pada Piala Dunia edisi ketiga  itu, nama-nama yang terdaftar dalam skuad inti Hindia belanda terdapat nama pribumi dan keturunan Tionghoa. Pemain-pemain  itu adalah Sutan Anwar, Tan Djien, A. Nawir, Tan Mo Heng, Survarte Soedarmadji, Tjaak Partiwael, Hans Taihuttu dan Pelatihnya  asal belanda, Johannes Christoffel van Mastenbroek.

Format Kompetisi yang saat itu masih menggunakan sistem gugur dan mengharuskan tim Hindia belanda bertemu Hungaria. Hasilnya Hindia Belanda dicukur 6-0 dan harus angkat koper lebih awal.

Maklum saja,  Hungaria dibawah asuhan pelatih legendaris Victorio Pozzo merupakan tim unggulan. Mereka bahkan hampir menjadi juara andai tidak takluk dari Italia 2-4 di final. Tim Hungaria kala itu diperkuat bintang-bintang pada zamannya, seperti Gyorgy Sarosi, Gyula Zsengeller. Dua orang itu kemudian masuk daftar 3 besar pencetak gol tersubur dalam piala dunia 1938

Meskipun hanya memainkan satu laga dengan nama Dutch East Indies, tetapi kisah di Perancis 1938 itu menjadi satu satunya catatan sejarah Indonesia di ajang Piala Dunia.

Tentu sangat sulit untuk bisa mengulang sejarah itu saat ini.  Mengingat sangat sulit untuk lolos dari kualifikasi zona asia yang kini didominasi kekuatan asia timur dan negara-negara timur tengah.

Untuk jadi sebuah  tim sepak bola yang diperhitungkan di ajang internasional, tidak cukup hanya dengan potensi dan bakat yang dimiliki, tetapi juga federasi yang mampu menjalankan kompetisi dengan sehat dan memiliki pembinaan pemain yang berkelanjutan. Sehingga talenta-talenta berbakat pun menjadi tak terbuang sia-sia.