Piala Presiden merupakan kompetisi
pramusim yang awalnya merupakan kompetisi yang di buat demi menghilangkan
dahaga masyarakat akan kompetisi di
tanah air yang sempat vakum di tahun 2015 . Bagi Persib dan tentunya Bobotoh,
Piala Presiden memiliki kesan yang tersendiri. Pada dua edisi
penyelenggaraannya, Persib selalu mampu menorehkan prestasi yakni sebagai Juara
di edisi pertama 2015 dan Juara tiga di edisi berikutnya. Namun perjalanan
Maung Bandung di dua edisi tersebut terbilang tidaklah sulit karena selalu
diuntungkan dengan status sebagai tuan rumah di babak fase grup.
Tahun ini hal serupa kembali
terulang, Bandung kembali dipilih menjadi tuan rumah fase grup turnament Piala Presiden 2018. Hal yang
membedakan hanyalah venue yang digunakan bukanlah Si Jalak Harupat melainkan
Gelora Bandung lautan api atau gbla yang bakal menjadi venue bagi empat tim yang
bertanding di grup a yaitu Persib, PSMS, Sriwijaya dan PSM. Kecuali Sriwijaya FC, grup ini berisi kekuatan klasik dimana tim-tim tersebut sudah jadi musuh
bubuyutan sejak era perserikatan. Maka tidak heran jika laga-laga bertajuk El Clasicco akan menarik animo luar
biasa bobotoh untuk datang ke GBLA
Namun perhatian Bobotoh tentu tidak hanya
pada laga-laga El Clasicco Indonesia tersebut, hal yang terpenting adalah tentunya melihat
permainan Maung Bandung bersama skuad baru dan Mario Gomes sebagi juru
taktik. Roberto Carlos Mario Gomes merupakan pelatih asal Argentina dengan track records
terbaik diantara semua pelatih pelatih di Piala Presiden lainnya. Bagaimana
tidak, pelatih dengan pengalaman melatih di Spanyol, Italia, Brazil, Argentina,
dan yang terakhir adalah pelatih yang mampu membawa klub asal Malaysia Johor
Darul Takzim Juara AFC Cup di tahun 2015. Berdasarkan fakta tersebut, maka
wajar bobotoh menaruh harapan yang besar pada pelatih 60 tahun untuk
membangkitkan Persib yang melalui musim yang buruk di liga 1 2017.
Ujian pertama Maung Bandung di Piala
Presiden 2018 adalah Sriwijaya FC pada laga pembuka. Sama halnya dengan Persib,
Sriwijaya berambisi bangkit dari keterpurakan di liga 1 2017 dimana mereka
menempati peringkat 13 satu tingkat dibawah Persib . Pemain baru berlabel
bintang di datangkan SFC demi ambisi tersebut dimana salah satunya adalah Makan
Konate, pemain yang didamba-dambakan bobotoh untuk kembali ke bandung. Ditambah
dengan pelatih Rahmad Darmawan yang juga sempat dikait-kaitkan dengan persib
sebelum akhirnya memilih kembali melatih Sriwijaya yang pernah ia bawa menjadi
juara ligina 2008. Pertandingan berjalan terbuka, kedua tim saling menciptakan
peluang, namun Oh In Kyun yang akhirnya menciptakan perbedaan. Ketika terjadi
sebuah kemelut di gawang Sriwijaya, In kyun berhasil melepaskan diri dan
melepaskan shooting keras yang tak mampu dihadang Teja Paku Alam. Tiga poin
pertama bagi Persib di Piala Presiden dan debut yang manis bagi Opah Gomes di
hadapan bobotoh.
Pertandingan kedua Persib berhadapan
dengan tamu special. Ya PSMS Medan, tim tradisonal yang kembali ke kasta satu
sepakbola tanah air. Namun yang membuat laga ini lebih menarik adalah adanya ‘aroma
sunda’ di skuad Ayam Kinantan. Pelatih PSMS adalah legenda Maung Bandung Djajang
Nurjaman, legenda yang berhasil juara bersama Persib baik sebagai pemain,
sebagai asisten pelatih dan sebagai pelatih kepala.. Persib yang diunggulkan
justru kalah 2-0 dari Ayam Kinantan dimana 2 gol tercipta dari kaki Frets
butuan dan Anthony Putro yang keduanya diciptakan di babak pertama.
Selepas pertandingan, komentar
bobotoh di kolom komentar media sosial yang saya baca beragam, mulai dari
pujian terhadap legenda Djajang Nurjaman, ada juga yang menganggap bahwa persib
malam itu kurang beruntung, dan sebagian mengkritik pemain ‘karolot’ atau dalam
Bahasa Indonesia berarti pemain yang sudah tua. Bagi saya pendapat yang
terakhir rasional juga. Keputusan manajemen di bursa transfer yang mendatangkan pemain di atas usia 30 tahun tentu patut menjadi perhatian. Beberapa
pemain persib yang tampil malam itu sudah lewati usia 30 Tahun . Dua di antaranya
adalah Supardi Nasir dan Eka Ramdhani. Malam itu pemain PSMS benar-benar mengekploitasi kelemahan supardi yang sering telat kembali ke pertahanan dan
akhirnya meninggalkan celah kosong yang berbuah gol bagi PSMS. Eka Ramdhani yang kembali ke Persib setelah 7 tahun, terlalu
lama menguasai bola di lapangan tengah hingga akhirnya dicuri dan melahirkan
gol kedua PSMS dari kaki Antoni Putro. Meski tidak bisa di pungkiri bahwa
pressing khas PSMS yang disebut rap-rap
juga menyulitkan Maung Bandung.
Dan komentar bobotoh di media sosial
terkait pemain ‘karolot’ kian menjadi-jadi ketika di pertandingan terakhir fase
grup, Persib kembali takluk dari PSM Makassar
0-1 yang membuat Maung Bandung tersingkir dari Piala Presiden 2018. Airlangga
sucipto yang di plot sebagai target man menggantikan Ezechiel N'douassel yang
absen akibat akumulasi kartu tak mampu berkontribusi banyak di saat tim
membutuhkan gol. Lebih mengecewakan lagi permainan Persib malam itu
membosankan, kurang variasi dan kurangnya intensitas serangan disaat mereka
sedang membutuhkan kemenangan. Mario
Gomes memang pelatih dengan nama besar yang punya prestasi, namun seperti kata pelatih
Italia Marcello Lippi yang memiliki persepsi bahwa pengaruh seorang pelatih terhadap
kesuksesan tim tidak lebih dari 10-20 persen membuktikan bahwa peran pemain di
lapanganlah yang akan menentukan kesuksesan sebuah tim.
Sebuah tulisan yang saya beri judul
dalam Bahasa sunda “Teu Nanaon Sib, Ngan Nanaonan” atau yang dalam Bahasa
Indonesia berarti “Tidak apa-apa Sib, tapi apa-apaan!” mengandung dua
makna. “Teu nanaon Sib bermakna bahwa
kompetisi ini (Piala Presiden) hanyalah kompetisi Pramusim. Seperti halnya
tim-tim di eropa menjadikan ajang ini untuk pemanasan. Dimana mereka membangun
chemistry diantara pemain lama dan pemain baru, atau juga untuk mengembalikan
kondisi kebugaran pemain sehabis libur kompetisi. Variable lainnya adalah “Ngan nanaonan” yang
menggambarkan kecemasan, ketidakpuasan, dan keraguan bobotoh akan kualitas yang ditampilkan Persib di Piala Presiden kali ini.
Hanya mencetak satu gol dan kemasukan tiga gol dari tiga pertandingan di
depan publik Bandung merupakan fakta bahwa banyak kesalahan yang harus
diperbaiki, banyak hal yang harus dievaluasi.
Seperti yang dikatakan oleh banyak
orang “Persib besar karena kritik”. Karena
Sejatinya kritik dari Bobotoh merupakan kritik yang membangun bagi Persib. Tidak ada maksud
untuk menjelekan atau menjatuhkan mental pemain, tetapi lebih karena kecintaan
pada klub yang menjadi identitas dan jati diri masyarakat sunda.